Senin, 11 April 2011

FAKTA HISTORIS PERIBAHASA BANJAR SANGAT MEMPRIHATINKAN

Oleh Tajuddin Noor Ganie, M.Pd

Peribahasa Banjar merupakan ragam/jenis folklor Banjar yang sesungguhnya sangat familiar di kalangan etnis Banjar di Kalsel. Hampir semua kegiatan berbahasa yang berlangsung secara formal dan informal di kalangan etnis Banjar di Kalsel selalu diselipi dengan peribahasa Banjar sebagai sarana retorikanya. Meskipun demikian para intelektual kampus yang berasal dari kalangan etnis Banjar sendiri masih belum banyak yang tertarik untuk menjadikan peribahasa Banjar sebagai sumber data untuk penulisan skripsi, tesis, dan disertasinya.
Fakta ini sangat riskan jika dibiarkan terus tanpa penanganan khusus. Jika para intelektual Banjar tidak mewaspadainya, maka dapat saja terjadi disertasi tentang peribahasa Banjar ditulis oleh seorang intelektual asing, bukan oleh intelektual Banjar sendiri. Jika ini yang terjadi maka ghirah semua orang Banjar di seluruh dunia akan cidera karenanya. Tentunya, sangat ironis jika orang pertama yang menulis disertasi tentang peribahasa Banjar adalah seorang intelektual asing sebagaimana yang terjadi dalam kasus penulisan buku Jukung Banjar (Perahu Banjar) oleh orang Kanada bernama Erick Petersen tempo hari.
Kegiatan pengumpulan, pengkajian, dan revitalisasi peribahasa Banjar harus semakin digiatkan terus menerus pada masa-masa yang akan datang. Masih banyak peribahasa Banjar yang belum berhasil dikumpulkan, dikaji, dan direvitalisasikan. Jika semua intelektual Banjar bersikap acuh tak acuh, tidak peduli, apriori, atau bahkan mengabaikannya, maka dapat dipastikan kekayaan local genius yang menjadi ikon kecerdasan linguistik orang Banjar di Kalsel ini akan punah. Bahkan mungkin akan hilang begitu saja karena hak waris dan hak cipta intelektualnya telah diambil alih, diklaim, dan dikukuhkan legalitasnya oleh komunitas orang Banjar yang tinggal di luar Kalsel atau bahkan di luar negeri (Malaysia, Singapura, Negara Brunei Darussalam).
Fakta menunjukkan, di kalangan etnis Banjar sendiri belum banyak mereka yang kafasitasnya memenuhi kriteria sebagai ahli waris yang pasif atas kekayaan local genius itu, apalagi ahli waris yang aktif. Dalam hal ini yang paling dominan adalah mereka yang sama sekali tidak tahu, tidak tahu menahu, dan tidak mau tahu tentang kekayaan local genius yang sesungguhnya harus mereka warisi dan lestarikan itu.
Peribahasa Banjar harus tetap dilestarikan karena sejak semula jadi kekayaan local genius etnis Banjar ini sengaja diciptakan oleh nenek moyang kita sebagai bagian dari kegiatan kolektif yang berhubungan dengan hal-hal seperti adat-istiadat, ajaran moral normatif, estetika, etika, filsafat, dan norma-norma hukum sosial. Semua aspek sosial budaya di atas merupakan masalah mendasar yang penting dan bernilai dalam kehidupan keseharian orang etnis di Kalsel.
Khusus menyangkut kekayaan local genius berbentuk peribahasa Banjar, sejak awal diciptakan sudah mengemban fungsi sosial sebagai wahana pewarisan dan pemahaman gagasan tata nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan keseharian mereka. Tidak hanya itu, melalui peribahasa Banjar sebagai medianya, etnis Banjar di Kalsel dapat mengungkapkan alam pikiran, sikap hidup, dan sistem sosial budaya mereka.
Sehubungan dengan itu, tidak dapat dipungkiri peribahasa Banjar memiliki arti penting. Setidak-tidaknya ada 3 fakta empirik yang menjadi dasar rasionalnya, yakni : (1) peribahasa Banjar adalah folklor Banjar yang bersifat intersubjektif, dalam arti bukan sekadar artefak atau fakta kebendaan saja; (2) peribahasa Banjar adalah folklor Banjar yang diwujudkan dalam bentuk wacana atau inskripsi dengan kandungan 3 gugus fakta sekaligus, yakni fakta mentalitas (mentifact), fakta kesadaran budaya milik bersama, dan fakta sosial (sociofact) dari etnis Banjar; dan (3) peribahasa Banjar adalah folklor Banjar yang berhubungan dengan dunia gagasan, hayatan, ingatan, pandangan, pikiran dan renungan tentang konstruksi realitas budaya di tengah konteks dan proses dialektika budaya etnis Banjar.
Dalam kedudukannya sebagai kekayaan budaya milik bersama, etnis Banjar dapat mempergunakan peribahasa Banjar sebagai media untuk mengekspresikan atau merepresentasikan konstruksi realitas nilai budaya yang khas suku bangsa mereka. Melalui peribahasa Banjar sebagai media komunikasinya, generasi tua etnis Banjar dapat menyampaikan semua ajaran, informasi, nasihat, dan semua kearifan lokal lainnya kepada generasi penerusnya, sehingga kearifan lokal dalam bentuk ungkapan tradisional berbahasa Banjar ini tetap lestari dari generasi ke generasi.
Selain itu, peribahasa Banjar juga menampilkan gagasan, hayatan, ingatan, pandangan, pikiran dan renungan mereka sebagai suku bangsa. Bahkan, peribahasa Banjar juga dapat dipandang sebagai wacana, sekaligus juga inskripsi, yang merepresentasikan proses dialektika yang berkembang dalam konteks konstruksi realitas budaya etnis Banjar. Ironis, fakta empirik peribahasa Banjar yang begitu istimewa, ternyata tidak diimbangi dengan fakta historis peribahasa Banjar yang terbilang istimewa juga.
Terbukti, meskipun secara fungsional peribahasa Banjar sangat akrab dengan etnis Banjar di Kalsel, namun tidak semua anggota kolektifnya tertarik melakukan kegiatan inventarisasi, dokumentasi, dan revitalisasi peribahasa Banjar. Fakta menunjukan pembicaraan formal dan informal menyangkut karakteristik bentuk, makna, fungsi, dan nilai peribahasa Banjar sangat jarang dilakukan oleh para inteletual yang berasal dari kalangan etnis Banjar sendiri.
Saya prihatin dengan nasib buruk peribahasa Banjar yang demikian itu. Disemangati oleh rasa keprihatinan yang mendalam, saya kemudian dengan sengaja menjadikannya sebagai bahan kajian tesis saya di Program Pascasarjana PBSID FKIP Unlam Banjarmasin (2005).
Meskipun telah berhasil menyelesaikan penulisan tesis, namun saya tetap melanjutkan kegiatan pengumpulan dan pengkajian peribahasa Banjar. Tahun 2006, saya berhasil menyelesaikan penulisan Kamus Peribahasa Banjar (KPB). Jumlah entri/lemanya ketika itu cuma 1.358 buah.
Kegiatan pengumpulan dan pengkajian peribahasa Banjar masih terus saya lakukan hingga sekarang ini. Paling akhir saya meluncurkan KPB (2010) dengan jumlah entri/lema sebanyak 9.058 buah. Setiap peribahasa Banjar yang menjadi entri/lema di dalam KPB (2010) saya uraikan satu demi satu dengan merujuk kepada 4 aspek bahasan, yakni bentuk, makna, fungsi, dan nilai. Tebal KPB (2010) adalah 1.539+L halaman setengah folio.

-----
Tajuddin Noor Ganie, M.Pd, orang pertama dari kalangan budayawan dan intelektual Banjar yang menulis tesis tentang peribahasa Banjar (2005).
Tinggal di Jalan Mayjen Soetoyo S, Gang Sepakat RT 13 Nomor 30, Banjarmasin.
Email : tajuddinnoorganie@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar